Sunday, October 1, 2017

Filsafat Islam | Pokok Pembahasan dalam Filsafat Muhammad Iqbal | Sinau Filsafat

             Sinau Filsafat - Keseluruhan filsafat Iqbal pada hakikatnya adalah suatu pencarian yang dapat dikatakan: Pencarian manusia. Kemanusiaan adalah tujuan menuju terciptanya suatu ras ideal individu, akan tetapi datangnya Manusia Unggul tidak akan mungkin hingga melampaui proses yang mencakup tiga tahap yang dapat dibedakan;

1.      Ketaatan pada hukum
2.      Penguasaan diri sendiri yang merupakan bentuk kesadaran diri tentang pribadi
3.      Kekhalifaan Ilahi (Widyastini, 2008:136).


 Iqbal juga dikenal sebagai filosof praktis: filsafatnya tidak menyodorkan suatu cita niskala yang tidak dapat dipikirkan perwujudannya (Widyastini, 2008:136).
Pemikiran filsafat Iqbal dikenal istiah Naib atau Manusia Unggul. Naib merupakan tingkatan ego yang paling sempurna, puncak kehidupan mental atau fisik, dalam dirinya ketidakselarasan kehidupan mental kita menjadi keharmonisan. Kemampuan tertinggi bersatu dalam dirinya menjadi pengetahuan tertinggi. Ada penyatuan antara pikiran dan perbuatan, naluri dan akal menjadi satu. Ia adalah penguasa umat manusia. Kerajaannya adalah kerajaan Tuhan dimuka bumi (Widyastini, 2008:136).
Sejalan dengan Manusia Unggul ada pula konsep Manusia Pelaku. Dipahami bahwa manusia bebas melakukan sesuatu terkait dengan lingkungan sosialnya. Menurut Iqbal, perubahan evolusioner yang lahir dari prinsip-prinsip Islam diperbarui dalam waktu yang panjang tentulah maenghasilkan perubahan revolusioner. Jalan itu menurut Iqbal mesti melahirkan situasi ideal yang menolak kapitalisme dan juga sosialisme tanpa agama (Maitre, 1985:36-37).
Sang Manusia Pelaku mempunyai peran dalam merubah lingkungan sosial maka mempunyai cita-cita utopia tentang keadilan sosial. Hal ini dibahas Muhammad Iqbal. Utopia sosial adalah suatu usaha mengabungkan kerja keras naluriah masyarkaat menurut dogma-dogma Islam yang diperbaharui(Widyastini, 2008:136). Cita-cita keadilan sosial Iqbal akan membawa kepada konsep negara Islam yang memuat cita-cita sosialisme.
Dalam pandangan Iqbal semangat filsafat adalah semangat penelahaan secara bebas. Segala macam ketentuan diragukannya. Tugasnya ialah mengikuti rekaan-rekaan pikiran manusia yang tidak kritits sampai ketempat-tempat yang masih tersembunyi, dan dalam pengusutan itu bisa juga akhirnya ia berkesudahan dengan menolak atau menerima secara hati terbuka kelemahan akal semata untuk sampai kepada kebenaran tertinggi. Inti sari agama ialah iman. Ia adalah sesuatu, semacam isi pengertian (cognitive content) (Iqbal, 2002: 4-5).
 Muhammad Iqbal tidak mempertentangkan antara akal dan intuisi. Menurutnya dalam menilai agama, filsafat mesti mengakui posisi agama yang asasi, dan tak ada alternatif lain dalam proses pemikiran yang sintesis, kecuali harus menerimanya sebagai sumber kekuatan. Keduanya tumbuh dari akar yang sama dan masing-masing saling melengkapi. Yang satu menangkap secara keseluruhan. Yang satu memusatkan perhatiannya pada aspek kekekalan, sementara yang lain kefanaan. Yang satu mendasarkan keseluruhan kebenaran itu dengan perlahan-lahan memasuki dan mendekati pelbagai macam bagian dari keseluruhan itu dengan maksud melakukan peninjauan semata. Keduanya saling membutuhkan untuk mengadakan peremajaan bersama. Keduanya mencari pandangan-pandangan kebenaran yang sama pula, dimana ia menjelma sesuai dengan tugasnya dalam hidup (Iqbal, 2002: 4-5).
Muhammad Iqbal menyinggung pula tentang filsafat keindahan. Filsafat ini erat kaitannya dengan Ego Tertinggi atau ego mutlak Tuhan. Kehidupan manusia dalam keegoannnya adalah perjuangan terus menerus menaklukkan rintangan dan halangan demi tergapainya ego tertinggi. Karena rintangan yang terbesar adalah benda atau manusia harus menumbuhkan instrumen-instrumen tertenu dalam dirinya, misalnya daya indera, daya nalar dan lainnya yang membantunya nmenyesuaikan penghalang-penghalangnya. Selain itu, manusia juga harus terus menerus menciptakan hasrat dan cita-cita dalam kilatan cinta (‘isyg), keberanian dan kreativitas yang merupakan esensi dari keteguhan pribadi. Keindahan tidak lain adalah bentuk dari ekspresi kehendak hasrat dan cinta ego dalam mencapai ego mutlak tersebut (Iqbal, 2002: 4-5).
Dengan demikian, keindahan tidak lain adalah hasil ciptaan ego. Keindahan adalah hasil ekspresinya, karena tenaga-hidup ego sendirilah yang mengekspresikan diri dalam perwujudan keindahan. Menurut Syarif, teori estetika Iqbal masuk dalam kategori kedua, objektif, karena bagi Iqbal, keindahan adalah kualitas benda (objek) yang diciptakan oleh ekspresi ‘ego-ego’ mereka sendiri. Untuk memperoleh keindahan, ego tidak berhutang pada jiwa penaggap, subjek, melainkan pada tenaga-kehidupannya sendiri (Soleh, 2004: 303).
Adakah menyakitkan seorang merdeka
Hidup dalam dunia ciptaan orang lain
Ia yang kehilangan daya cipta
Bagi-Ku tidak punya arti apa-apa
Selain pembangkang dan penyebal
Tak diperkenalkan ambil bagian dalam keindahan-Ku
Ia tak memetik sebijipun buah kurma kehidupan

                        Pahatlah lagi bingkaimu yang lama
                        Bangunlah wujud yang baru
                        Wujud seperti itu adalah wujud sebenarnya
                        Atau jika tidak demikian
                        Egomu hanyalah gumpalan asap belaka

Dalam pemikiran filsafat, gagasan Iqbal tersebut disebut sebagai estetika vitalisme, yakni bahwa keindahan merupakan ekspresi ego-ego dalam kerangka prinsip-prinsip universal dari suatu dorongan hidup yang berdenyut di balik kehidupan sehingga harus juga memberikan kehidupan baru atau memberikan semangat hidup bagi lingkungannya (Soleh, 2004: 304).
Muhammad Iqbal membahas pula tentang seni. Ada dua aliran seni yang selama ini berkembang. Pertama, gerakan anti-fungsionalisme, yakni gerakan yang menyatakan bahwa seni tidak mempunyai tujuan dan tidak mengejar tujuan diluar dirinya, karena ia adalah tujuan itu sendiri. Kedua, gerakan yang membedakan antara kandungan dan bentuk seni. Menurutnya, kandungan seni tidak mempunyai nilai estetik, tetapi hanya sekedar alat untuk menimbulkan efek artistik.
Iqbal menolak kedua model gerakan tersebut. Baginya, tanpa kandungan emosi, kemauan dan gagasan-gagasan tidak lebih dari api yang telah padam. Sesuai dengan konsep-konsep tentang kepribadian, kemauan adalah sumber utama dalam pandangan seni Iqbal, sehingga seluruh isi seni-sensasi, perasaan, sentimen, ide-ide dan ideal-ideal- harus muncul dari sumber ini. Karena itu, seni tidak sekedar gagasan intelektual atau bentuk-bentuk estetika melainkan pemikiran yang dibumbui emosi dan mampu menggetarkan manusia (penanggap). Jadi menurut pandangan Iqbal seni adalah ekspresi-diri sang seniman (Soleh, 2004: 306).

Load disqus comments

0 comments