Thursday, September 28, 2017

Empirisme John Locke (1632-1704)

John Locke adalah filosof yang berasal dari Inggris. Beliau dilahirkan di Wrington Somerst pada tanggal 29 Agustus 1632. Locke memulai tradisi Empirisme di Inggris. Locke menyarankan bahwa “semua pengetahuan berasal dari indra”. (Solomon, 2002:386) Ia bereaksi terhadap keyakinan Descartes yang menurutnya tidak kritis terhadap akal budi. Bahwa akal budi dan spekulasi bersifat abstrak, maka kita harus percaya pada pengalaman, sebagai proses mengetahui dunia melalui panca indra. Pemikiran Locke kemudian diikuti oleh George Berkeley dan David Hume.




Pengetahuan yang benar bersumber dari dunia pengalaman, dunia konkret. Realitas adalah ‘tabularasa’, bagaikan kertas putih yang perlu diisi dengan banyak pengalaman.( lupa belum ketulis daftar pustaka dari buku ini, tapi ada di Perpus, aku susulkan besok ya :) Semakin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang akan suatu hal maka akan semakin banyak pula kebenaran objektif yang didapatkan tentang suatu hal itu. Kebenaran terbentuk oleh pengalaman yang ditentukan oleh situasi dan kondisi tertentu. Oleh karena itu, kebenaran bersifat objektif-empiris, berubah-ubah sesuai dengan kondisi tertentu. Kemampuan ratio hanya dapat mengetahui secara abstrak, umum dan bersifat tetap. Sedangkan pengalaman indra mampu mengenali yang konkret, yang satu per satu dan selalu berubah-ubah ini.

Menurut Locke, pertama-tama pengetahuan berkenaan dengan pemeriksaan pikiran. Kita memeriksa atau ‘menginterospeksi’ ide-ide kita dan kemudian menarik sebuah kesimpulan. Dalam buku Sejarah Filsafat karya Robert C. Solomon juga dijelaskan bahwasanya Locke mengarahkan bahwa pikiran adalah ‘potongan kayu kosong’ yang akan ditulisi oleh pengalaman di sepanjang keidupan seseorang. Anggapan kaum rasionalis adalah manusia terlahir di dunia dengan ‘ide bawaan’ yang jelas. Sedangkan Locke memberikan perumpamaan layaknya kamar kecil yang kosong dengan sedikit celah lubang cahaya. Diluar ruang tersebut terdapat sumber cahaya yang bersinar sehingg ada cahaya yang menembus celah tersebut dan menyinari sebagian ruangan.

Satu-satunya sasaran  atau objek pengetahuan adalah gagasan-gagasan atau idea-idea, yang timbul karena pengalaman lahiriah (sensation) dan karena pengalaman batiniah (reflection) (Hadiwijono, 1980:36). Pengalaman memberi sensasi menimbulkan pengertian dalam pikiran dan memungkinkan kita memperoleh berbagai macam ide baru dan lebih kompleks. Pengalaman lahiriah mengajarkan hal-hal yang diluar diri kita. Sedangkan pengalaman batiniah mengajarkan tentang keadaan-keadaan psikis kita sendiri. keterpaduan antara pengalaman lahiriah menimbulkan gejala-gejala psikis yang harus ditanggapi oleh pengalaman batiniah. Semua pengetahuan berasal dari perasaan-perasaan dan refleksi terhadap cara berpikir dan mengolah sensasi-sensasi.

Dalam (Solomon, 2002: 388) dijelaskan pula bahwa Locke merusak empirismenya sendiri dalam cara yang kritis. Pertama; Locke menyerah dalam prdebatan dengan para metafisikawan. Ia mengakui perlunya membahas atau membicarakan benda-benda dalam ‘dirinya sendiri’ atau dalam diri benda itu sendiri, terpisah dari pengalaman kita akan benda tersebut. Pandangan orang-orang, seharusnya ia mempertahankan teorinya sendiri bahwa semua yang disadari-dan semua yang diketahui-adalah sifat-sifat atau kualitas benda yang dapat diindrai saja. Sehingga benda ‘dibalik’ sifat yang tidak tertangkap oleh indra, dianggap tidak pernah dialami oleh manusia. Akhirnya hal ini menimbulkan suatu masalah: akan tampak bahwa kita tidak mengetahui benda-benda sama sekali, yang kita anggap sebagai benda ternyata hanyalah sekumpulan sensasi. Locke menyimpulkan bahwa kita ‘menduga’ eksistensi benda dalam dirinya sendiri, substansi, karena kita tidak dapat membayangkan pengertian sifat-sifat yang ada tanpa menjadi sifat-sifat dari sesuatu.

Kerusakan kedua; ia membedakan antara dua jenis sifat atau kualitas. Sifat yang kita cerap dari suatu objek adalah a.) hal-hal yang melekat dari suatu objek itu sendiri, seperti bentuk dan massa. Dan b.) sifat yang kita cerap ‘dalam diri  kita sendiri’, yakni efek-efek yang dimiliki benta itu bagi kita. Contohnya ialah warna. Terdapat dua kualitas, yaitu kualitas primer (seperti bentuk dan massa) dan kualitas sekunder (yang harus dikatakan ‘berada dalam diri kita’). Padahal kualitas sekunder harus dikenakan pada semua kualitas, bahkan pada pengertian substansi itu sendiri, sejauh selama konsep semacam itu dapat dibenarkan.


Daftar Pustaka:
Solomon, Robert C & Kathleen M Higgins. 2002. Sejarah Filsafat. Yayasan Bentng Budaya: Jakarta.
Hadiwijono, Harun. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Kanisius: Yogyakarta.

Load disqus comments

0 comments