Sunday, October 8, 2017

Pengertian Emanasi | Filsafat Islam | Sinau Filsafat

Untuk memahami lebih jauh tentang dunia, tentang jagad raya, tentang kosmis dan segala keruwetannya. Emanansi dalam pandangan filsafat islam baik untuk dibaca. Sinau filsafat sedikit menggoreskan tinta untuk pembaca semua. selamat membaca.

Emanasi-Filsafat-Islam
Pengertian Emanasi | Filsafat Islam | Sinau Filsafat

           Pengertian Emanasi

Secara etimologis emanasi mempunyai arti sesuatu yang mengalir (memancar).
Emanasi menurut Ibnu Sina
Teori Ibnu Sina mengenai emanasi bahwa Tuhan, dan hanya Tuhan saja yang memiliki wujud tunggal, secara mutlak. Sedangkan segala sesuatu yang lain memiliki kodrat yang mendua. Karena ketunggalanya, maka apakah Tuhan itu, dan kenyataan bahwa Ia ada, bukanlah dua unsur dalam satu wujud tetapi satu unsur atomic dalam wujud yang tunggal. Tentang apakah Tuhan itu, hakikat Dia, adalah identik dengan eksistensi-Nya.

Doktrin Ibnu Sina tentang Wujud 

Sebagaimana para filosof Muslim terdahulu, bersifat emanasionistis. Dari Tuhanlah, Kemaujudan Yang Mesti, mengalir intelegensi pertama, sendirian karena hanya dari yang tunggal, yang mutlak, sesuatu dapat mewujud. Tetapi sifat intelegensi yang pertama itu tidak mutlak satu, karena ia bukan ada dengan sendirinya, ia hanya mungkin, dan kemungkinannya itu diwujudkan oleh Tuhan.

Berkat kedua sifat itu, yang sejak saat itu melingkupi seluruh ciptaan didunia, intelegensi pertama memunculkan dua kemaujudan yaitu :
  1. Intelegensi kedua melalui kebaikan ego tertinggi dari adanya aktualitas.
  2. Lingkung pertama dan tertinggi berdasarkan segi terendah dari adanya, kemungkinan alamiahnya.

Dalam emanasinya, pendapat Ibnu Sina tak jauh berbeda dengan Al-Farabi, hanya saja, ada sedikit tambahan dari Ibnu Sina mengenai wujud lain yang berbeda dari pemikiran Al-Farabi, yaitu jirmul faalakil aqsha dan nafsul falaqil aqsha yang muncul tatkala akal ber-ta’aqqul mengeluarkan akal kedua. Yang dimaksud jirmul faalakil aqsha adalah langit dengan semua planetnya, sedangkan nafsul falaqil aqsha adalah jiwa dari langit denga semua planetnya. Jadi, menurut Ibnu Sina, tiap-tiap al-‘aql itu menyebabkan timbulnya tiga macam keadaan, yaitu selain dengan akal yang berikutnya juga mengeluarkan jirim langit dan planetnya serta jiwa langit dan planet-planetnya.

Menurutnya, falak mempunyai jiwa dan menggerakannya secara langsung karena berhubungan langsung dengan falak, sedangkan al-aql menggerakannya dari jauh karena al-aql terasing (munfarid). Al-aql mempunyai hal yang disebut al-khair (kebaikan), dan kebaikan inilah yang menjadi tujuan falak untuk mencapai kesempurnaan dirinya.

Untuk mencapai kesempurnaannya, falak berputar mengelilingi al-aqlul-mufarid. Namun falak tidak bisa mencapainya karena setiap falak mencapai satu tingkatan kesempurnaan dalam lingkungan akalnya, dia mempunyai hajat baru kearah akal yang lebih tinggi kesempurnaanya. Maka dari itu, akal pertamalah yang paling sempurna karena merupakan limpahan langsung dari Tuhan. Selanjutnya akal kedua lebih rendah dari akal pertama, dan akal ketiga lebih rendah dari akal kedua, dan seterusnya. Pelimpahan Tuhan atas akal-akal ini terjadi atas kerelaan yang dipikirkan (faidlu ridla ma’qul) oleh Tuhan. Alasan logikanya, limpahan ini berarti bahwa barang yang diingini lebih tinggi tingkatanya dari yang mengingini.

Karena itulah, kenapa Ibnu Sina berkeyakinan bahwa hanya dari bentuk dan materi saja anda tidak akan pernah mendapatkan eksistensi yang nyata, tetapi hanya kualitas-kualitas esensial kebetulan.



Sumber :
Syarif M.M. 1993. Para Filosof Muslim. Mizan. Bandung
Amroeni Drajat, Filsafat Islam Buat yang Pengen Tahu, Erlangga, Jakarta, 2006.
Poerwantana DKK, Seluk-Beluk Filsafat Islam, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994.

Utsman Najati Muhammad, Jiwa Dalam Pandangan Para Filosof Muslim, Pustaka Hidayah, Bandung, 2002.
Load disqus comments

0 comments