Kali ini Sinau Filsafat akan membahas Filsafat Nietzche | Kehendak untuk Berkuasa, setidaknya, dua aspek dari “kehendak untuk berkuasa” yang paling terkenal, yaitu sebagai kekuatan alamiah dan sebagai pengetahuan.
Filsafat Nietzche | Kehendak untuk Berkuasa | Sinau Filsafat |
Mari kita mulai dari yang pertama. Dalam
bab Principles of a New Evaluation,
Nietzsche menggambarkan kehendak untuk berkuasa sebagai: “the primitive form of
affect, that all other affects are only developments of it […] there is a
striving for power, for an increase of power.”[1]
Kehendak untuk berkuasa adalah daya dorong azali. Banyak hal yag dihasilkan
oleh kehendak untuk berkuasa ini, tetapi semua itu hanyalah residu atau ekses
sampingan, kehendak untuk berkuasa sendiri hanya bergolak untuk kekuasaan,
untuk pencapaian lebih dari kekuasaan itu sendiri. Bahkan bagi Nietzsche, hidup
itu sendiri juga hanyalah suatu kasus khusus dari kehendak untuk berkuasa[2].
Ia menyebut kehendak untuk berkuasa ini sebagai “the innermost essence of
being”[3];
“The world is will to power—and nothing besides! And you yourselvees are also
this will to power—and nothing besides!”[4]
Untuk lebih memahami kehendak untuk berkuasa, kita akan masuk ke dalam aspek
yang kedua: sebagai pengetahuan.
Pengetahuan pada dasarnya merupakan
manifestasi kehendak untuk berkuasa. “Pengetahuan bekerja sebagai alat dari
kekuasaan”, tulis Nietzsche. Esensi
keputusan (the believe that something is
thus and thus), skematisasi dan seluruh klaim kebenaran sebenarnya adalah
manifestasi dari kehendak untuk berkuasa. Kita ingin menguasai alam ini, oleh
karena itu kita ciptakan ilmu ukur, konsep baik-buruk dan sebagainya. “Kehendak
untuk kebenaran”, bagi Nietzsche, merupakan salah satu bentuk dari kehendask
untuk berkuasa. Maka ia berkata bahwa kriteria kebenaran adalah seberapa besar
ia meningkatkan perasaan kekuasaan[5].
Hanya saja kata “kuasa” di sini jangan melulu dimengerti dalam arti yang
politis, ia lebih luas ketimbang itu.
Konsepsinya mengenai kehendak untuk
berkuasa sebenarnya terkait dengan upaya Nietzsche untuk melakukan revaluasi atas seluruh nilai. Mereka
yang mengafirmasi kehendak untuk berkuasa berarti mengafirmasi pula seluruh
gejolak alam-semesta ini, hal ini juga berarti bahwa mereka berkata “Ya”
terhadap hidup. Oleh karena itu, kita bisa mengerti revaluasi Nietzsche atas
“baik” dan “buruk” seperti yang ia tulis dalam Der Antichrist:
What is
good?—All that heightens the feeling of power, the will to power, power itself
in man.
What is bad?—All
that proceeds from weakness.
What is
happines?—The feeling that power increases—that
a resistance is overcome.[6]
Mengafirmasi
kehendak untuk berkuasa berarti terus-menerus mengalami pelampauan kehendak,
menjadi liar, mabuk-total seperti sehabis pulang dari “simposium” (pesta minum
minuman keras) Dionysius. Itulah kehendak untuk berkuasa, “the unexhausted,
procreating life-will”[7].
Afirmasi atas kehendak untuk berkuasa menunjukkan penghormatan manusia atas
hidup, bukan penyangkalan atas hidup seperti yang dilakukan oleh para penganut
agama. Dengan begitu manusia menerima seluruhnya absurditas kehidupan, seluruh
gejolak chaotic alam raya, tanpa
mengharapkan surga. Itulah figur seorang Übermensch
(“Overman”)[8] seperti
yang diwartakan oleh Zarathustra: “I teach you Superman. Man is something that
is to be surpassed. […] The Superman is the meaning of the earth.”[9] Itulah Übermensch ,
ia yang berani berkata “Ya” pada
gejolak kehendak untuk berkuasa, pada absurditas hidup.
Lalu jika hidup ini absurd dan
surga, apapun itu, tak ada, akan kemanakah kita? Dengan pertanyaan ini, kita
masuk ke ajaran Nietzsche yang lain: eternal
return of the same.
[1]
Friedrich Nietzsche, The Will to Power,
op.cit. hlm. 366.
[2] Ibid.
hlm. 369.
[3] Ibid.
[4] Ibid.
hlm. 550.
[5] Ibid.
hlm. 290.
[6] Friedric
Nietzsche, Twilight of the Idols and The
Anti-Christ, op.cit. hlm. 115.
[7]
Friedrich Nietzsche, Thus Spake
Zarathustra, op.cit. hlm. 164.
[8] Dalam
bahasa Inggris, istilah Übermensch
memiliki dua terjemahan, yaitu “Overman” dan “Superman”.
[9] Ibid.
hl. 67-68.
0 comments